Kebudayaan adalah budi daya dan tingkah laku
manusia. Tingkah laku manusia digerakkan oleh akal dan perasaannya. Yang
mendasari adalah ucapan hatinya yang merupakan keyakinan dan penghayatannya
terhadap sesuatu yang dianggap benar[1].
Rumah adalah tempat yang digunakan untuk berlindungi
dari sinar matahari dan hujan. Bahkan untuk menjadi tempat tidur dimalam hari
dan untuk istirahat serta tempat untuk berkumpul dengan sanak keluarga. Rumah
merupakan sebuah ciri atau simbol dari latar belakang ekonomi pemilik. Jika
rumah itu terlihat bagus, maka pandangan masyarakar perekonomian keluarga
tersebut termasuk golongan kaya, dan sebaliknya.
Ruwat rumah merupakan bentuk rasa syukur
seseorang atau kelompok kepada sang Maha Pencipta atas diberkatinya tempat
tinggal (rumah). Kebanyakan orang biasanya selalu melakukan upacara atau ritual
ruwat rumah setelah pembangunan rumah itu selasai dan memulai untuk disinggahi.
Tetapi tidak sedikit orang juga melakukan hal ini ketika mereka melakukan
perpindahan dari rumah pertama ke rumah yang kedua atau dari rumah yang lama ke
rumah yang baru.
Ruwat di Kp. Cidikit Hilir disebut dengan rasul
atau selametan. Tradisi ruwat sudah ada sejak dahulu dan turun temurun, ruwat
tersebut sudah membudaya dan mentradisi hingga sekarang.
Cidikit Hilir merupakan sebuah perkampungan
yang berada di sebelah Selatan Banten, yang lebih jelasnya berada di Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten. Jarak tempuh dari Kecamatan ke
Perkampungan adalah 15 Km.
Kp. Cidikit Hilir memiliki obyek wisata ziarah.
Obyek wisata ziarah ini berupa makam/kuburan yang dikeramatkan oleh penduduk
setempat. Yang dimakamkan di Kampung ini merupakan seorang tokoh yang memiliki
kemampun yang lebih dari manusia pada umumnya. Para penduduk setempat
menyebutnya Ki Buyut Sakman. Peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah
seperti Cikotok, Sajira dan daerah lainnya. Peziarah biasa berdatangan pada
bulan Mulud. Para peziarah ketika berziarah ada yang menginap di tempat makam/kuburan
dan ada juga yang tidak menginap, itu tergantung kepada keinginan para
peziarah.
Kehidupan
masyarakat perkampungan ini sangatlah rukun, damai, dan tentram. Sebagian besar
mata pencaharian masyarakat kampung adalah petani, namun ada juga yang petambang
emas. Dimana aktifitas kesehariannya bercocok tanam dan berternak seperti
ternak ayam, ternak kambing dan ternak kerbau.
Jika di tinjau dari bidang pendidikan, masyarakat Kp. Cidikit Hilir
mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan
pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia dalam ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pihak
masyarakat ikut serta berperan dalam pendidikan, sebab dengan sisitem
pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas
dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Respon dari masyarakat terhadap pendidikan sebagai suatu upaya untuk
mengadaptasikan sisitem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia
untuk memenuhi tuntunan zaman yang sedang berkembang. Dan pihak masyarakat
berharap, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi
perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan
prestasinya sangat optimal guna kesejahteraan hidup dimasa depan. Pendidikan
membentuk dasar dari setiap masyarakat.
Hal ini berkaitan dalam pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik
perkembangan masyarakat pada umumnya. Pendidikan menanamkan pengetahuan, dimana
membuat penemuan dan menerapkannya untuk kemajuan masyarakat menjadi mungkin.
Pertumbuhan masyarakat tergantung pada kualitas pendidikan yang disampaikan.
Semakin baik kualitas, orang-orang yang lebih baik dapat belajar dan
memanfaatkan bahwa pendidikan untuk membuat perubahan yang mengarah pada
penelitian dan pengembangan.
A.
Proses Ritual Ruwat Rumah
1.
Tahap
persiapan
Pada
saat pembangunan rumah sudah ke tahap pemakaian genting, biasanya terdapat
kelapa, beras, gula, asepan (tempat kukusan yang terbuat dari anyaman bambu)
dan jika tidak ada kelapa bisa diganti oleh tebu. Hal ini merupakan sebagai
syarat atau simbol dari pembangunan rumah[2].
Dan kebiasaan ini merupakan sebuah ciri khas dari masyarakat Cidikit Hilir.
Kemudian kelapa atau tebu, beras dan gula itu dijadikan bahan makan untuk
ritual dan asepan di gunakan untuk mengukus beras. Namun seiring berkembangnya
pengetahuan dan teknologi, kebanyakan orang tidak lagi menggunakan asepan,
mereka lebih memilih menggunakan magic com karena lebih mudah dalam
penggunaannya.
Tahapan persiapan adalah tahapan
pengumpulan bahan-bahan untuk ritual ruwat rumah. Namun, sebelum mengumpukan
bahan-bahan makanan biasanya orang yang mempunyai acara tersebut bertanya
mengenai hari yang baik untuk melakukan sebuah ritual ruwat rumah kepada
kokolot atau ahli dalam bidang keagamaan.
Setelah terkumpulnya bahan-bahan
makanan dilakukanlah tahap memasak. Bagian memasak selalu di lakukan oleh kaum
wanita. Orang yang mempunyai acara selalu meminta bantuan kepada saudara
perempuan dan tetangganya yang pandai memasak. Menurut Ibu Yayah, sampai saat
ini beliau belum menemukan tahap memasak dilakukan oleh kaum pria. Makanan yang
sudah matang disajikan dan dihidangkan di tempat yang akan dilakukan ritual[3].
2.
Tahap
pelaksanaan
Dalam acara pelaksanaan ritual yang
mempunyai acara selalu mengundang keluarga terdekat, tokoh agama dan tetangga.
Ritual selalu di pimpin oleh sepuh atau ustad/kiyai. Pemimpin ritual
ditempatkan di tempat yang disediakan atau yang khusus dan berdampingan dengan
yang mempunyai acara tersebut.
Sebelum ritual dimualai disediakan
kukusan yang berisi bara api dan kemenyan. Kemudian yang mempunyai acara
melontarkan tujuan, keinginan dan maksud dilakukannya ritual ini. Setelah
maksud dan tujuannya di mengerti, pemimpin ritual membakar kemenyan dibarengi
dengan bacaan doa (biasanya dibaca di dalam hati dan tidak bersuara) dan
bacaan-bacaan lainnya sampai doa selamat sebagai doa paling akhir[4].
3.
Tahap
akhir / penutupan
Tahapan akhir dilakukan dengan cara
makan bersama dan mencicipi makanan yang disediakan. Jika makanan yang
disediakan tersisa, makanan itu di bungkus dan di bawa pulang oleh orang yang
menghadiri acara. Biasanya orang yang mempunyai acara termasuk golongan kaya maka
semakin ramai pula orang-orang yang menghadiri acara tersebut[5].
B.
Fungsi dan Makna Ritual Ruwat Rumah Bagi Masyarakat
Ritual ruat rumah dilakukan setelah pembangunan rumah selesai dan
mulai di tempati/disinggahi. Ritual ruwat rumah dilakukan sebagai bentuk rasa
syukur dan meminta keberkahan dan keselamatan[6]
seorang hamba kepada Tuhannya. Dikarenakan sebagian bahan bangunan yang
digunakan berasal dari hutan dan laut, seperti kayu dan pasir. Di takutkan
ketika pemasangan kayu terbalik, yang besar di atas (kepala) dan yang kecil di
bawah (buntut)[7].
Apalagi jika tempat untuk membangun rumah itu baru, masyarakat mempercayai
tempat tersebut ada penghuni atau yang memilikinya dari mahluk ghaib. Dan yang
paling utama dalam memulai membangun rumah adalah jangan mempunyai sifat iri
dan dengki umat manusia kepada sesama maupun mahluk ghaib yang tak nampak.
Manusia harus mempunyai etika, pada awal pembangunan rumah harus berdo’a
meminta ijin kepada yang mempunyai tempat “mahluk ghaib” sebagai do’a pembuka
dan begitu pula setelah selesai membangun rumah berdo’a lagi sebagai do’a
penutup[8].
Ritual ruwat rumah di percayai oleh masyarakat untuk membuang
kesialan dan terhindar dari marabahaya. Dalam pandangan masyarakat persoalan
ini bukan mendahului takdir dari Tuhan atau mendahului kehendaknya, tapi paling
tidak berusaha semaksimal mungkin agar terhindar dari musibah.
Masyarakat sebenarnya mempercayai dengan adanya musibah dan
kesialan yang datangnya dari Allah, tapi paling tidak mereka berusaha agar
terhindar dari bencana itu. Bapak Mucktar berpendapat bahwa hidup selamat,
senang dan bahagia itu hanyalah dapat dicapai perantara agama[9].
Sebenarnya musibah adalah sesuatu yang mutlak akan dialami oleh
manusia dalam menjalani kehidupannya, baik seseorang itu yang kafir maupun
muslim.
C.
Jenis-Jenis Makanan dalam Ritual Ruwat Rumah
1.
Ayam
jantan atau telur kampung
Ayam jantan merupakan syarat utama dan bermakna sebagai rasa syukur
agar selamat dalam mengisi rumah.
Telur kampung sebagai pengganti dari ayam jantan. Telur kampung di
utamakan tujuh butir, jika tidak ada boleh di selingi dengan telut ayam negri
dengan syarat telur ayam kampungnya dalam hitungan ganjil[10].
Ayam jago atau telur ayam kampung merupakan bahan ritual yang
paling sulit, karena tidak banyak dari masyarakat yang mempunyai atau yang
ternak ayam kampung. Mereka lebih memilih untuk membeli dari pada ternak
sendiri. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih ternak kambing dan kerbau
yang mempunyai harga tinggi dibandingkan dengan ayam.
2.
Bubur
atau rujak
Makna dari bubur atau rujak adalah untuk wanita yang sedang hamil
agar pada saat lahiran di mudahkan dan selamat baik dari ibu yang melahirkan
maupun bayinya.
3.
Kelepon
Makna dari kelepon adalah bulat pemikiran, seperti bentuk dari
kelepon yang bulat tetapi di dalamnya terdapat gula yang tidak terlihat oleh
kasap mata. Jika ada orang yang salah memakannya, itu menggambarkan orang yang
tertipu oleh kelahiran[11].
Contohnya, orang yang mati karena perbuatannya yang salah, seperti pengedar
narkoba yang di hukum mati.
4.
Pasung
Makna dari pasung adalah tajam hati, seperti bentuk dari pasung
yang bulat panjang mengerucut kecil dan tajam di ujungnya. Contohnya, tidak
menjalankan amanah atau ingkar[12].
5.
Labu
Makna dari labu adalah walaupun rumah terlihat jelek tapi di
dalamnya bagus seperti emas[13].
Maksud dari emas adalah prilaku dari penghuni rumah yang selalu melakukan
kebaikan. Contohnya, rumah tersebut sering dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan
tidak melanggar dari norma agama ataupun norma-norma yang ada di masyarakat.
6.
Kopi
pahit
Makna dari kopi pahit adalah untuk mengundang dan menyuguhkan
kepada leluhur.
7.
Papais
Makna dari papais adalah tidak melihat dari rupa yang terpenting
hatinya baik[14].
Jenis makanan
yang di suguhkan dalam acara ritual ruwat rumah harus sesuai dengan kesenangan
leluhur yang mempunyai acara ritual terebut. Tetapi berdampingan dengan zaman
yang semakin modern, masyarakat sebagian kecil sudah tidak menggunakan
makanan-makanan tradisional. Makanan tradisional itu digantikan oleh makanan-makanan
yang mudah di dapatkan di warung, seperti kue roma, kue bolu dan sebagainya.
Namun yang tidak hilang dari masa ke masa dari ritual ruwat rumah adalah ayam
jantan atau telur ayam kampung dan kopi pahit. Kedua jenis makanan ini
merupakan makanan yang pokok dalam acara ritual.
D.
Benda atau Alat dalam Ritual Ruwat Rumah
1.
Kemenyan
Makna dari kemenyan adalah untuk menghadirkan arwah-arwah para
leluhur dan meminta izin agar rumah yang di isi awet dan tidak ada gangguan
dari mahluk ghaib seperti halnya kesurupan[15].
Ketika pelaksanaan ritual ruwat rumah tidak menggunakan kemenyan dalam
pandangan agama syah-syah saja. Hal ini merupakan adat dari orang-orang
terdahulu, hanya digunakan untuk mengenang[16].
2.
Kukusan
Makna dari kukusan adalah sebagai wadah untuk membakar kemenyan.
Kukusan terbuat dari batu yang berbentuk lonjong. Kukusan juga bisa disebut
asbak, namun perbedaannya dari cara penggunaan. Tidak sedikit dari masyarakat
yang menggunakan asbak sebagai alas untuk membakar kemenyan, dikarenakan jarang
dari masyarakat yang mempunyai kukusan.
3.
Areng
Areng digunakan sebagai pembakar kemenyan. Areng diletakan di
kukusan. Cara pembakaran kemenyan, kemenyan di tempelkan di areng, kemudian
pemimpin ritual meniup areng agar kemenyannya terbakar. Dan asep kemenyan ini
di percayai sebagai penghantar do’a kepada para leluhur.
4.
Rokok
Makna dari rokok adalah untuk menyuguhkan kepada leluhur.
E.
Pantangan-Pantangan dalam Ritual Ruwat Rumah
Kata pantang berasal dari sebuah
cerita kokolot/sepuh (juru kunci) yang berasal dari Kp. Cicarucub. Dimana
kokolot tersebut mempunyai anak yang di terkam oleh Harimau dan dibawa ke
sebuah hutan. Kemudian anak tersebut ditemukan pada hari selasa dibawah pohon
laban. Dan kokolot berkata “dak ayena kudu pantang ulah garawe ka leweng”
(masyarakat dilarang bekerja di hutan)[17].
Dalam acara ritual ruwat rumah tidak
ada pantangan, semua hari atau bulan bagus untuk melakukan ritual tersebut[18].
Tetapi menurut Bapak Sulaeman, pantangan untuk ritual dan pembangunan rumah
tidak boleh di hari na’as (sial) pada hari-hari tertentu, bulan Hafid (api yang
ganas), bulan Safar dan bulan Mulud. Yang bagus untuk pembangunan rumah dan
ritual pada bulan Haji, bulan Muharam dan bulan Ruwah[19].
Tidak ada sangsi untuk masyarakat
jika setelah membuat rumah atau melakukan perpindahan tidak melakukan ritual
ruwat rumah, karena ritual ini merupakan sebagai bentuk rasa syukur kepada sang
Maha Pencipta[20].
F.
Bacaan/Mantra/Do’a dalam Ritual Ruwat Rumah
1.
Do’a
selamat
Do’a ini bertujuan untuk memohon keselamatan.
2.
Do’a
tolak bala
Allahuma tulak bala umur saking kidul[21]. Do’a ini berjutuan untuk menolak penyakit dan marabahaya.
Bacaan dibawah ini merupakan bukan
dari bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan shalawat:
1.
Do’a
membakar kemenyan
Bulu kukus tujuh hidayatullah atau bismillahi pakih alahi iman hidayatullah. Namun bacaan
ini bukan untuk kepada Wali dan Nabi. Bacaan ini sering di pakai oleh dukun untuk menghadirkan para leluhur dalam
acara ritual tersebut. Bapak Uci Sanusi mengatakan, tidak pernah menemukan
orang yang melakukan ritual ruwat rumah menggunakan kemenyan seperti di Suakan,
Taringgul dan daerah lainnya kecuali di Cidikit. Kemenyan ini digunakan karena
adanya Ki Buyut yang dahulunya sering menggunakan kemenyan jika melakukan
sebuah ritual.
2.
Kirim
do’a
Kungtum bin ila
robani wal aripin idal ming saidina syeh abdul khadir jaelani. Bacaan ini bermaksud mengirim do’a kepada wali dan Rasul agar
acara terebut di berkati[22].
3.
Motong
ayam
Bacaan sebelum memotong ayam: niat isun amleah mencit hayam,
besi nu ngundang sari, waja anu ngundang rasa, anu sari nganut datang rasa, nu
bau surup kana bulu, nu hanyir surup kana getih, nu liat surup kana urat, nu
gajih surup kana daging, hulu geni umari birit, allahuakbar, allahuakbar.
Bacaan sambil memotong ayam: getih sira ninggang kana bumi suci,
nyawa mungah sawarga, los sia mulang ka nagara sia gusti rosul[23].
G.
Mitos/Dongeng/Cerita di Sekitar Ritual Ruwat Rumah
1.
Mitos
tentang labu dalam membangun rumah
Ketika pembangunan rumah seslesai, pemilik rumah memberikan imbalan
berupa labu kepada pegawai. Dan pegawai itu tidak mengetahui maksud dari
imbalan labu tersebut, kemudian pegawai itu pulang ke rumahnya. Tiba di jalan
pegawai itu menitipkan labu di warung dengan maksud untuk dijual agar. Setelah
pegawai tersebut pergi meninggalkan warung, labu itu di buka oleh pemilik
warung, ternyata isi dalam labu itu emas.
Setelah kejadian tersebut, para tokoh adat atau kampung memberi
amanat ketika melakukan ritual ruwat rumah harus menggunakan pasakan dari labu,
dengan maksud bukan mendapatkan emas dari labu, melainkan agar rumah yang
terlihat biasa di luar tetapi isi dalam rumahnya atau penghuninya seperti emas
(memiliki hati yang mulia).
2.
Mitos
asal usul kemenyan
Awal mula adanya kemenyan, berawal dari Jaka Sembung yang berasal
dari Cirebon. Jaka Sembung merupakan seorang kepercayaan Wali. Jaka Sembung
tinggal di sebuah gunung tempat penjiarahan, jika ada orang yang jiarah maka di
tempat itu maka harus membakar kemenyan.
Tetapi membakar kemenyan ini bukan atas perintah dari Wali melainkan inisiatif
dari Jaka Sembung sendiri[24].
3.
Mitos
rumah yang tidak melakukan ritual ruwat rumah
Ada seseorang yang membangun rumah, setelah rumah itu selesai tidak
melakukan ritual ruwat rumah. Kemudian penghuni rumah tersebut merasa tidak
nyaman di dalam rumah karena sering bertengkar dengan suaminya, kerap sekali
mendapatkan musibah seperti sakit. Pada suatu hari penghuni rumah itu bertengkar,
setelah adu mulut istrinya melamun dan mengamuk tiba-tiba. Kemudian suaminya
keluar mencari kiyai dan ternyata istri tersebut kesurupan oleh penghuni rumah
yang ditempatinya, bahwa mahluk ghaib itu tidak senang terhadap penghuni rumah
yang tidak sopan, datang dan menghuni rumah tidak meminta ijin (melakukan
ritual ruwat rumah).
Setelah kejadian tersebut penghuni rumah melakukan ritual ruwat
rumah. Dan penghuni itu merasa nyaman dan tidak di ganggu lagi oleh mahluk
ghaib[25].
[2]Wawancara
dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[3] Wawancara
dengan Ibu Yayah, 38 tahun, IRT, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah,
Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[4] Wawancara
dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[5] Wawancara
dengan Bpk Didin, 38 tahun, petani, di Kp.Cipetir, Desa Cidikit, Kec. Bayah,
Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[6] Wawancara
dengan Bpk H. Muhammad Abu, 80 tahun, kepala sekolah MI Al-Huda, di Kp.Cidikit
Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[7] Wawancara dengan
Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah,
Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[8] Wawancara
dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[9] Wawancara
dengan Bpk H. Mucktari Umar, 66 tahun, pensiunan Guru, di Kp.Cidikit Hilir,
Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[10] Wawancara dengan
Bpk Emen, 74 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah,
Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[11] Wawancara
dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[12] Wawancara
dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit,
Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[13] Wawancara
dengan Ibu Yayah, 38 tahun, IRT, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah,
Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[14] Wawancara
dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[15] Wawancara
dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[16] Wawancara
dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[17] Wawancara
dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[18] Wawancara
dengan Bpk H. Muhammad Abu, 80 tahun, kepala sekolah MI Al-Huda, di Kp.Cidikit
Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[19] Wawancara
dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[20] Wawancara
dengan Bpk Mansyur, 53 tahun, ketua RW, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[21] Wawancara
dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[22] Wawancara
dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[23] Wawancara
dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[24] Wawancara
dengan Bpk. H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa
Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[25] Wawancara
dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec.
Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar