Sabtu, 25 Maret 2017

Budaya Ruatan Cidikit Hilir

Kebudayaan adalah budi daya dan tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia digerakkan oleh akal dan perasaannya. Yang mendasari adalah ucapan hatinya yang merupakan keyakinan dan penghayatannya terhadap sesuatu yang dianggap benar[1].
Rumah adalah tempat yang digunakan untuk berlindungi dari sinar matahari dan hujan. Bahkan untuk menjadi tempat tidur dimalam hari dan untuk istirahat serta tempat untuk berkumpul dengan sanak keluarga. Rumah merupakan sebuah ciri atau simbol dari latar belakang ekonomi pemilik. Jika rumah itu terlihat bagus, maka pandangan masyarakar perekonomian keluarga tersebut termasuk golongan kaya, dan sebaliknya. 
Ruwat rumah merupakan bentuk rasa syukur seseorang atau kelompok kepada sang Maha Pencipta atas diberkatinya tempat tinggal (rumah). Kebanyakan orang biasanya selalu melakukan upacara atau ritual ruwat rumah setelah pembangunan rumah itu selasai dan memulai untuk disinggahi. Tetapi tidak sedikit orang juga melakukan hal ini ketika mereka melakukan perpindahan dari rumah pertama ke rumah yang kedua atau dari rumah yang lama ke rumah yang baru.
Ruwat di Kp. Cidikit Hilir disebut dengan rasul atau selametan. Tradisi ruwat sudah ada sejak dahulu dan turun temurun, ruwat tersebut sudah membudaya dan mentradisi hingga sekarang.
Cidikit Hilir merupakan sebuah perkampungan yang berada di sebelah Selatan Banten, yang lebih jelasnya berada di Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten. Jarak tempuh dari Kecamatan ke Perkampungan adalah 15 Km.
Kp. Cidikit Hilir memiliki obyek wisata ziarah. Obyek wisata ziarah ini berupa makam/kuburan yang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Yang dimakamkan di Kampung ini merupakan seorang tokoh yang memiliki kemampun yang lebih dari manusia pada umumnya. Para penduduk setempat menyebutnya Ki Buyut Sakman. Peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah seperti Cikotok, Sajira dan daerah lainnya. Peziarah biasa berdatangan pada bulan Mulud. Para peziarah ketika berziarah ada yang menginap di tempat makam/kuburan dan ada juga yang tidak menginap, itu tergantung kepada keinginan para peziarah.
Kehidupan masyarakat perkampungan ini sangatlah rukun, damai, dan tentram. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat kampung adalah petani, namun ada juga yang petambang emas. Dimana aktifitas kesehariannya bercocok tanam dan berternak seperti ternak ayam, ternak kambing dan ternak kerbau.
Jika di tinjau dari bidang pendidikan, masyarakat Kp. Cidikit Hilir mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia dalam ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pihak masyarakat ikut serta berperan dalam pendidikan, sebab dengan sisitem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Respon dari masyarakat terhadap pendidikan sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sisitem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntunan zaman yang sedang berkembang. Dan pihak masyarakat berharap, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya sangat optimal guna kesejahteraan hidup dimasa depan. Pendidikan membentuk dasar dari setiap masyarakat.
Hal ini berkaitan dalam pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik perkembangan masyarakat pada umumnya. Pendidikan menanamkan pengetahuan, dimana membuat penemuan dan menerapkannya untuk kemajuan masyarakat menjadi mungkin. Pertumbuhan masyarakat tergantung pada kualitas pendidikan yang disampaikan. Semakin baik kualitas, orang-orang yang lebih baik dapat belajar dan memanfaatkan bahwa pendidikan untuk membuat perubahan yang mengarah pada penelitian dan pengembangan.
A.  Proses Ritual Ruwat Rumah
1.      Tahap persiapan
            Pada saat pembangunan rumah sudah ke tahap pemakaian genting, biasanya terdapat kelapa, beras, gula, asepan (tempat kukusan yang terbuat dari anyaman bambu) dan jika tidak ada kelapa bisa diganti oleh tebu. Hal ini merupakan sebagai syarat atau simbol dari pembangunan rumah[2]. Dan kebiasaan ini merupakan sebuah ciri khas dari masyarakat Cidikit Hilir. Kemudian kelapa atau tebu, beras dan gula itu dijadikan bahan makan untuk ritual dan asepan di gunakan untuk mengukus beras. Namun seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi, kebanyakan orang tidak lagi menggunakan asepan, mereka lebih memilih menggunakan magic com karena lebih mudah dalam penggunaannya.
Tahapan persiapan adalah tahapan pengumpulan bahan-bahan untuk ritual ruwat rumah. Namun, sebelum mengumpukan bahan-bahan makanan biasanya orang yang mempunyai acara tersebut bertanya mengenai hari yang baik untuk melakukan sebuah ritual ruwat rumah kepada kokolot atau ahli dalam bidang keagamaan.
Setelah terkumpulnya bahan-bahan makanan dilakukanlah tahap memasak. Bagian memasak selalu di lakukan oleh kaum wanita. Orang yang mempunyai acara selalu meminta bantuan kepada saudara perempuan dan tetangganya yang pandai memasak. Menurut Ibu Yayah, sampai saat ini beliau belum menemukan tahap memasak dilakukan oleh kaum pria. Makanan yang sudah matang disajikan dan dihidangkan di tempat yang akan dilakukan ritual[3].

2.      Tahap pelaksanaan
Dalam acara pelaksanaan ritual yang mempunyai acara selalu mengundang keluarga terdekat, tokoh agama dan tetangga. Ritual selalu di pimpin oleh sepuh atau ustad/kiyai. Pemimpin ritual ditempatkan di tempat yang disediakan atau yang khusus dan berdampingan dengan yang mempunyai acara tersebut.
Sebelum ritual dimualai disediakan kukusan yang berisi bara api dan kemenyan. Kemudian yang mempunyai acara melontarkan tujuan, keinginan dan maksud dilakukannya ritual ini. Setelah maksud dan tujuannya di mengerti, pemimpin ritual membakar kemenyan dibarengi dengan bacaan doa (biasanya dibaca di dalam hati dan tidak bersuara) dan bacaan-bacaan lainnya sampai doa selamat sebagai doa paling akhir[4].

3.      Tahap akhir / penutupan
Tahapan akhir dilakukan dengan cara makan bersama dan mencicipi makanan yang disediakan. Jika makanan yang disediakan tersisa, makanan itu di bungkus dan di bawa pulang oleh orang yang menghadiri acara. Biasanya orang yang mempunyai acara termasuk golongan kaya maka semakin ramai pula orang-orang yang menghadiri acara tersebut[5].

B.  Fungsi dan Makna Ritual Ruwat Rumah Bagi Masyarakat
Ritual ruat rumah dilakukan setelah pembangunan rumah selesai dan mulai di tempati/disinggahi. Ritual ruwat rumah dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan meminta keberkahan dan keselamatan[6] seorang hamba kepada Tuhannya. Dikarenakan sebagian bahan bangunan yang digunakan berasal dari hutan dan laut, seperti kayu dan pasir. Di takutkan ketika pemasangan kayu terbalik, yang besar di atas (kepala) dan yang kecil di bawah (buntut)[7]. Apalagi jika tempat untuk membangun rumah itu baru, masyarakat mempercayai tempat tersebut ada penghuni atau yang memilikinya dari mahluk ghaib. Dan yang paling utama dalam memulai membangun rumah adalah jangan mempunyai sifat iri dan dengki umat manusia kepada sesama maupun mahluk ghaib yang tak nampak. Manusia harus mempunyai etika, pada awal pembangunan rumah harus berdo’a meminta ijin kepada yang mempunyai tempat “mahluk ghaib” sebagai do’a pembuka dan begitu pula setelah selesai membangun rumah berdo’a lagi sebagai do’a penutup[8].
Ritual ruwat rumah di percayai oleh masyarakat untuk membuang kesialan dan terhindar dari marabahaya. Dalam pandangan masyarakat persoalan ini bukan mendahului takdir dari Tuhan atau mendahului kehendaknya, tapi paling tidak berusaha semaksimal mungkin agar terhindar dari musibah.
Masyarakat sebenarnya mempercayai dengan adanya musibah dan kesialan yang datangnya dari Allah, tapi paling tidak mereka berusaha agar terhindar dari bencana itu. Bapak Mucktar berpendapat bahwa hidup selamat, senang dan bahagia itu hanyalah dapat dicapai perantara agama[9].
Sebenarnya musibah adalah sesuatu yang mutlak akan dialami oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, baik seseorang itu yang kafir maupun muslim.

C.  Jenis-Jenis Makanan dalam Ritual Ruwat Rumah
1.      Ayam jantan atau telur kampung
Ayam jantan merupakan syarat utama dan bermakna sebagai rasa syukur agar selamat dalam mengisi rumah.
Telur kampung sebagai pengganti dari ayam jantan. Telur kampung di utamakan tujuh butir, jika tidak ada boleh di selingi dengan telut ayam negri dengan syarat telur ayam kampungnya dalam hitungan ganjil[10].
Ayam jago atau telur ayam kampung merupakan bahan ritual yang paling sulit, karena tidak banyak dari masyarakat yang mempunyai atau yang ternak ayam kampung. Mereka lebih memilih untuk membeli dari pada ternak sendiri. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih ternak kambing dan kerbau yang mempunyai harga tinggi dibandingkan dengan ayam.

2.      Bubur atau rujak
Makna dari bubur atau rujak adalah untuk wanita yang sedang hamil agar pada saat lahiran di mudahkan dan selamat baik dari ibu yang melahirkan maupun bayinya.
3.      Kelepon
Makna dari kelepon adalah bulat pemikiran, seperti bentuk dari kelepon yang bulat tetapi di dalamnya terdapat gula yang tidak terlihat oleh kasap mata. Jika ada orang yang salah memakannya, itu menggambarkan orang yang tertipu oleh kelahiran[11]. Contohnya, orang yang mati karena perbuatannya yang salah, seperti pengedar narkoba yang di hukum mati.
4.      Pasung
Makna dari pasung adalah tajam hati, seperti bentuk dari pasung yang bulat panjang mengerucut kecil dan tajam di ujungnya. Contohnya, tidak menjalankan amanah atau ingkar[12].
5.      Labu
Makna dari labu adalah walaupun rumah terlihat jelek tapi di dalamnya bagus seperti emas[13]. Maksud dari emas adalah prilaku dari penghuni rumah yang selalu melakukan kebaikan. Contohnya, rumah tersebut sering dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan tidak melanggar dari norma agama ataupun norma-norma yang ada di masyarakat.
6.      Kopi pahit
Makna dari kopi pahit adalah untuk mengundang dan menyuguhkan kepada leluhur.
7.      Papais
Makna dari papais adalah tidak melihat dari rupa yang terpenting hatinya baik[14].

Jenis makanan yang di suguhkan dalam acara ritual ruwat rumah harus sesuai dengan kesenangan leluhur yang mempunyai acara ritual terebut. Tetapi berdampingan dengan zaman yang semakin modern, masyarakat sebagian kecil sudah tidak menggunakan makanan-makanan tradisional. Makanan tradisional itu digantikan oleh makanan-makanan yang mudah di dapatkan di warung, seperti kue roma, kue bolu dan sebagainya. Namun yang tidak hilang dari masa ke masa dari ritual ruwat rumah adalah ayam jantan atau telur ayam kampung dan kopi pahit. Kedua jenis makanan ini merupakan makanan yang pokok dalam acara ritual.
D.  Benda atau Alat dalam Ritual Ruwat Rumah
1.      Kemenyan
Makna dari kemenyan adalah untuk menghadirkan arwah-arwah para leluhur dan meminta izin agar rumah yang di isi awet dan tidak ada gangguan dari mahluk ghaib seperti halnya kesurupan[15].
Ketika pelaksanaan ritual ruwat rumah tidak menggunakan kemenyan dalam pandangan agama syah-syah saja. Hal ini merupakan adat dari orang-orang terdahulu, hanya digunakan untuk mengenang[16].
2.      Kukusan
Makna dari kukusan adalah sebagai wadah untuk membakar kemenyan. Kukusan terbuat dari batu yang berbentuk lonjong. Kukusan juga bisa disebut asbak, namun perbedaannya dari cara penggunaan. Tidak sedikit dari masyarakat yang menggunakan asbak sebagai alas untuk membakar kemenyan, dikarenakan jarang dari masyarakat yang mempunyai kukusan.
3.      Areng
Areng digunakan sebagai pembakar kemenyan. Areng diletakan di kukusan. Cara pembakaran kemenyan, kemenyan di tempelkan di areng, kemudian pemimpin ritual meniup areng agar kemenyannya terbakar. Dan asep kemenyan ini di percayai sebagai penghantar do’a kepada para leluhur.
4.      Rokok
Makna dari rokok adalah untuk menyuguhkan kepada leluhur.

E.  Pantangan-Pantangan dalam Ritual Ruwat Rumah
Kata pantang berasal dari sebuah cerita kokolot/sepuh (juru kunci) yang berasal dari Kp. Cicarucub. Dimana kokolot tersebut mempunyai anak yang di terkam oleh Harimau dan dibawa ke sebuah hutan. Kemudian anak tersebut ditemukan pada hari selasa dibawah pohon laban. Dan kokolot berkata “dak ayena kudu pantang ulah garawe ka leweng” (masyarakat dilarang bekerja di hutan)[17].
Dalam acara ritual ruwat rumah tidak ada pantangan, semua hari atau bulan bagus untuk melakukan ritual tersebut[18]. Tetapi menurut Bapak Sulaeman, pantangan untuk ritual dan pembangunan rumah tidak boleh di hari na’as (sial) pada hari-hari tertentu, bulan Hafid (api yang ganas), bulan Safar dan bulan Mulud. Yang bagus untuk pembangunan rumah dan ritual pada bulan Haji, bulan Muharam dan bulan Ruwah[19].
Tidak ada sangsi untuk masyarakat jika setelah membuat rumah atau melakukan perpindahan tidak melakukan ritual ruwat rumah, karena ritual ini merupakan sebagai bentuk rasa syukur kepada sang Maha Pencipta[20].

F.   Bacaan/Mantra/Do’a dalam Ritual Ruwat Rumah
1.      Do’a selamat
Do’a ini bertujuan untuk memohon keselamatan.
2.      Do’a tolak bala
Allahuma tulak bala umur saking kidul[21]. Do’a ini berjutuan untuk menolak penyakit dan marabahaya.

Bacaan dibawah ini merupakan bukan dari bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan shalawat:
1.      Do’a membakar kemenyan
             Bulu kukus tujuh hidayatullah atau bismillahi pakih alahi iman hidayatullah. Namun bacaan ini bukan untuk kepada Wali dan Nabi. Bacaan ini sering di pakai oleh  dukun untuk menghadirkan para leluhur dalam acara ritual tersebut. Bapak Uci Sanusi mengatakan, tidak pernah menemukan orang yang melakukan ritual ruwat rumah menggunakan kemenyan seperti di Suakan, Taringgul dan daerah lainnya kecuali di Cidikit. Kemenyan ini digunakan karena adanya Ki Buyut yang dahulunya sering menggunakan kemenyan jika melakukan sebuah ritual.
2.      Kirim do’a
            Kungtum bin ila robani wal aripin idal ming saidina syeh abdul khadir jaelani. Bacaan ini bermaksud mengirim do’a kepada wali dan Rasul agar acara terebut di berkati[22].
3.      Motong ayam
Bacaan sebelum memotong ayam: niat isun amleah mencit hayam, besi nu ngundang sari, waja anu ngundang rasa, anu sari nganut datang rasa, nu bau surup kana bulu, nu hanyir surup kana getih, nu liat surup kana urat, nu gajih surup kana daging, hulu geni umari birit, allahuakbar, allahuakbar.
Bacaan sambil memotong ayam: getih sira ninggang kana bumi suci, nyawa mungah sawarga, los sia mulang ka nagara sia gusti rosul[23].

G. Mitos/Dongeng/Cerita di Sekitar Ritual Ruwat Rumah
1.      Mitos tentang labu dalam membangun rumah
Ketika pembangunan rumah seslesai, pemilik rumah memberikan imbalan berupa labu kepada pegawai. Dan pegawai itu tidak mengetahui maksud dari imbalan labu tersebut, kemudian pegawai itu pulang ke rumahnya. Tiba di jalan pegawai itu menitipkan labu di warung dengan maksud untuk dijual agar. Setelah pegawai tersebut pergi meninggalkan warung, labu itu di buka oleh pemilik warung, ternyata isi dalam labu itu emas.
Setelah kejadian tersebut, para tokoh adat atau kampung memberi amanat ketika melakukan ritual ruwat rumah harus menggunakan pasakan dari labu, dengan maksud bukan mendapatkan emas dari labu, melainkan agar rumah yang terlihat biasa di luar tetapi isi dalam rumahnya atau penghuninya seperti emas (memiliki hati yang mulia).

2.      Mitos asal usul kemenyan
Awal mula adanya kemenyan, berawal dari Jaka Sembung yang berasal dari Cirebon. Jaka Sembung merupakan seorang kepercayaan Wali. Jaka Sembung tinggal di sebuah gunung tempat penjiarahan, jika ada orang yang jiarah maka di tempat itu  maka harus membakar kemenyan. Tetapi membakar kemenyan ini bukan atas perintah dari Wali melainkan inisiatif dari Jaka Sembung sendiri[24].

3.      Mitos rumah yang tidak melakukan ritual ruwat rumah
Ada seseorang yang membangun rumah, setelah rumah itu selesai tidak melakukan ritual ruwat rumah. Kemudian penghuni rumah tersebut merasa tidak nyaman di dalam rumah karena sering bertengkar dengan suaminya, kerap sekali mendapatkan musibah seperti sakit. Pada suatu hari penghuni rumah itu bertengkar, setelah adu mulut istrinya melamun dan mengamuk tiba-tiba. Kemudian suaminya keluar mencari kiyai dan ternyata istri tersebut kesurupan oleh penghuni rumah yang ditempatinya, bahwa mahluk ghaib itu tidak senang terhadap penghuni rumah yang tidak sopan, datang dan menghuni rumah tidak meminta ijin (melakukan ritual ruwat rumah).
Setelah kejadian tersebut penghuni rumah melakukan ritual ruwat rumah. Dan penghuni itu merasa nyaman dan tidak di ganggu lagi oleh mahluk ghaib[25].





[1] Abuddin, Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004. Hal, 59.
[2]Wawancara dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[3] Wawancara dengan Ibu Yayah, 38 tahun, IRT, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[4] Wawancara dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[5] Wawancara dengan Bpk Didin, 38 tahun, petani, di Kp.Cipetir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[6] Wawancara dengan Bpk H. Muhammad Abu, 80 tahun, kepala sekolah MI Al-Huda, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[7] Wawancara dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[8] Wawancara dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[9] Wawancara dengan Bpk H. Mucktari Umar, 66 tahun, pensiunan Guru, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[10] Wawancara dengan Bpk Emen, 74 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[11] Wawancara dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[12] Wawancara dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[13] Wawancara dengan Ibu Yayah, 38 tahun, IRT, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[14] Wawancara dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[15] Wawancara dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[16] Wawancara dengan Bpk Nana Permana, 48 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[17] Wawancara dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[18] Wawancara dengan Bpk H. Muhammad Abu, 80 tahun, kepala sekolah MI Al-Huda, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[19] Wawancara dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[20] Wawancara dengan Bpk Mansyur, 53 tahun, ketua RW, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[21] Wawancara dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[22] Wawancara dengan Bpk H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[23] Wawancara dengan Bpk Sulaeman, 78 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.
[24] Wawancara dengan Bpk. H. Uci Sanusi, 84 tahun, tokoh agama, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 14 Mei 2016.
[25] Wawancara dengan Bpk Mail, 76 tahun, petani, di Kp.Cidikit Hilir, Desa Cidikit, Kec. Bayah, Kabupaten Lebak Banten, 13 Mei 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar